Anda membutuhkan layanan Website Profile dan Aplikasi Android untuk membantu Pemenangan Pilkada Bupati, Walikota atau Gubernur? Buat saja di Calon.ID. Klik Disini!
Tertarik Jadi Wakil Rakyat? Lewati Dulu Serangkaian Tes di Parpol
Tertarik Jadi Wakil Rakyat? Lewati Dulu Serangkaian Tes di Parpol
Jum'at, 03 Februari 2023 14:04 WIB | 1.424 views
Partai politik membuka kesempatan luas bagi masyarakat untuk mendaftar sebagai bakal caleg pada Pemilu 2024. Apa saja persyaratan agar bisa lolos dan diusung partai?

Kendati memiliki kesempatan yang sama, tidak semua warga negara bisa lolos diusung parpol menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg).

Partai-partai politik menerapkan seleksi berjenjang dengan serangkaian tes serta penelusuran rekam jejak sebelum meloloskan bacaleg. Selain basis sosial-politik, kemampuan finansial juga penting dimiliki oleh seorang bacaleg.

Tak butuh waktu lama sejak pintu pendaftaran bakal calon anggota legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P dibuka, Oktober 2022, puluhan ribu orang langsung mendaftar. Kesekretariatan PDI-P di kabupaten/kota, provinsi, dan pusat di Jakarta, pun dibuat sibuk dengan tugas menelisik formulir pendaftaran berikut berkas administrasi yang disyaratkan.

Ketua DPP PDI-P Eriko Sotarduga menyampaikan, PDI-P membutuhkan setidaknya 26.000 orang untuk dimasukkan dalam daftar calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi serta kabupaten/kota. Namun, jumlah pelamar melebihi kebutuhan.

Peminat dari eksternal terpantau meningkat tak seantusias peminat dari kalangan internal PDI-P. Bisa jadi karena kalangan internal lebih memahami tak mudahnya untuk bisa berkontestasi di pemilu. Aspek permodalan terutama jadi problem.

Eriko menggambarkan, untuk melalui pemilihan calon anggota DPRD DKI Jakarta, misalnya, dibutuhkan modal minimal Rp1 miliar. Adapun untuk pemilihan calon anggota DPR, bisa keluar hingga lebih kurang Rp5 miliar.

Terlepas dari situasi itu, penyaringan tetap harus bergulir. Setelah pendaftaran, semua bakal calon anggota legislatif (bacaleg) diwajibkan menjalani tes psikologi. Untuk keperluan ini, PDI-P sengaja menggandeng Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi). Ongkos untuk membayar tes psikologi sekitar Rp600.000 dibebankan pada setiap bacaleg. Tes gelombang pertama digelar secara daring pada Desember lalu. Jumlah persertanya mencapai 18.000 orang dan melibatkan 100 anggota Himpsi.

”Saking banyaknya yang harus dites, baru sekitar satu bulan hasilnya keluar,” ujar Eriko, Selasa (31/1/2023).

Sejak Pemilu 2014, tes psikologi ini sudah diterapkan, tetapi tak semasif saat ini. PDI-P memandang tes psikologi penting, terutama untuk melihat karakter bacaleg. ”Dari sana kami bisa lihat loyalitas, militansi, dan banyak lainnya sehingga bisa dilihat apakah bacaleg itu nantinya bisa menjadi wakil rakyat atau tidak,” jelasnya.

Bersamaan dengan itu, pengurus partai di setiap tingkatan diminta memetakan kebutuhan caleg di wilayah masing-masing. Ini dikaitkan dengan peta kontestasi di wilayahnya, seperti kans partai meraih kursi, potensi suara, calon pesaing, dan demografi calon pemilih.

Kemudian, setelah hasil psikotes keluar, nama-nama yang lolos akan disaring dengan parameter tersebut selain menilik pula keterkenalan publik pada bacaleg dari rekam jejaknya hingga kebutuhan pada setiap alat kelengkapan Dewan nantinya.

Langkah selanjutnya adalah ada tes wawancara untuk menilik lebih dalam keseriusan bacaleg, komitmen, visi dan misinya. ”Wawancara ini melibatkan pengurus dari DPP,” tambahnya.

Semua bacaleg, menurut Eriko, memiliki kans yang sama untuk dicalonkan. Tak ada prioritas bagi petahana. Bahkan, sangat mungkin petahana tak lagi dicalonkan jika kinerjanya selama menjabat sebagai wakil rakyat dinilai tak memuaskan, tak loyal pada partai, termasuk tak berkontribusi kepada partai. Bahkan, khusus bagi petahana yang sudah tiga kali terpilih, syaratnya lebih sulit karena harus memperoleh izin terlebih dulu dari Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Izin ini dibutuhkan sebagai jalan partai untuk regenerasi dan memberikan ruang bagi kader lain.

Mekanisme berlapis untuk penentuan caleg yang diusung partai ini penting karena menurut Eriko, partai tak ingin sembarangan mengajukan para calon pemimpin. Partai ingin memastikan setiap wakil rakyat nantinya bisa menjalankan tugasnya.

Tak hanya itu, partai juga ingin memastikan setiap caleg yang diajukan diterima publik. Dengan demikian, caleg bisa berkontribusi pada elektabilitas partai sehingga target partai untuk bisa hattrick, kembali memenangi pemilu di tahun 2024, bisa tercapai.

Turun ke masyarakat

Tak hanya PDI-P, sejumlah parpol lain juga tak sembarangan dalam menentukan bacaleg yang akan diusung. Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengungkapkan, sejak sekitar lima bulan yang lalu, Golkar telah menyiapkan bacaleg sebanyak 200% dari jumlah kursi pada setiap daerah pemilihan (dapil).

Para bacaleg itu lantas diwajibkan untuk turun ke masyarakat, tak hanya untuk menyosialisasikan diri, tetapi juga Partai Golkar. Jika kinerja bacaleg ini memuaskan, salah satunya diukur dari banyaknya orang yang bisa direkrut menjadi simpatisan Golkar, kansnya juga besar untuk diusung oleh Golkar.

”Bulan Maret nanti kami akan evaluasi lagi, kami seleksi jadi 150 persen, lalu mendekati pendaftaran caleg, kami seleksi lagi menjadi 100 persen,” ujar Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu DPP Golkar tersebut.

Ia menjamin penjaringan bacaleg yang dilakukan partainya terbuka untuk berbagai kalangan. Berbeda dengan PDI-P, di Golkar kader internal dan bacaleg yang berstatus petahana tetap menjadi prioritas karena kontribusi mereka telah terbukti di pemilu sebelumnya. Namun, hal itu bukan berarti juga karpet merah langsung dibentangkan bagi petahana.

”Kalau ada kader yang kontribusinya meraih suara kurang maksimal ke partai, tentu kami tidak calonkan,” ucapnya.

Setali tiga uang dengan PDI-P dan Golkar, Partai Demokrat juga menerima siapa pun untuk mendaftar menjadi bacaleg. Salah satu yang menjadi prioritas Demokrat adalah bacaleg dari kalangan milenial.

Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Putra menuturkan, kehadiran mereka penting untuk memikat suara milenial dan kelompok anak muda lain agar mau memilih Demokrat di bilik suara, 14 Februari 2024. Namun, tolok ukur utama saat penjaringan bacaleg tetap pada aspek kompetensi, kapabilitas, dan elektabilitas.

”Kami terbuka untuk figur-figur yang sudah populer, tetapi popularitas itu tetap harus mereka buktikan dengan turun langsung ke masyarakat. Mereka diminta untuk merekrut 200 kader, contohnya. Kami punya angka indikatornya,” katanya.

Partai politik nonparlemen tak mau ketinggalan. Partai Solidaritas Indonesia (PSI), misalnya, mengadakan sejumlah tahapan seleksi untuk memastikan bacaleg yang diusung nantinya memiliki kapasitas dan sekaligus elektabilitas. Tahapan itu seperti pengecekan rekam jejak serta wawancara langsung atau tertulis.

Menurut Sekretaris Jenderal PSI Dea Tunggaesti, pengecekan rekam jejak dan wawancara di antaranya untuk melihat komitmen bacaleg memperjuangkan anti-intoleransi dan antikorupsi sama seperti PSI.

Selain itu, untuk membedah visi, misi, dan program bacaleg jika kelak terpilih. Bahkan, untuk memastikan bacaleg mumpuni, PSI melibatkan sejumlah akademisi dalam wawancara.

Kemudian, sebagai bentuk transparansi, PSI akan membuka sejumlah tahapan penjaringan bacaleg kepada publik. Publik bisa melihat langsung seleksi melalui sejumlah platform media sosial PSI. ”Tetapi tentunya tidak semuanya karena akan banyak sekali,” ujarnya.

Peneliti politik lokal Badan Riset dan Inovasi Nasional, Kurniawati Hastuti, menjelaskan, ada beberapa hal yang wajib dimiliki seseorang agar dilirik oleh partai politik menjadi caleg dalam pemilu, di antaranya modal sosial-politik dan modal materiil.

Modal sosial dapat diterjemahkan sebagai kemampuan seorang kandidat dalam memiliki suatu basis sosial di tengah masyarakat. Untuk caleg perempuan contohnya, apabila ia memiliki jaringan di antara para ibu rumah tangga ataupun aktif dalam organisasi kemasyarakatan perempuan, modal sosial dapat terpenuhi.

”Partai politik akan melihat apakah kandidat punya basis sosial karena basis sosial itu adalah potensi pendulangan suara,” ucapnya.

Selain modal sosial, modal materiil seperti kemampuan finansial juga menjadi penting. Biaya kampanye yang tidak murah membuat partai politik akan melirik kandidat yang dirasa memiliki cukup uang untuk melancarkan agenda politiknya di pemilu nanti.

”Mayoritas partai politik tidak akan banyak membantu calonnya secara finansial. Kandidat harus secara mandiri bisa membiayai kampanyenya,” tambahnya.

Terakhir, kemampuan membangun jejaring. Kurnia menjelaskan, kedekatan dengan tokoh partai menjadi salah satu kunci agar seorang kandidat bisa mendapatkan rekomendasi. Untuk itu, kandidat harus mampu melobi atau mendekati para petinggi partai, minimal di daerah.

Pendekatan ini dapat dilakukan dengan bergabung ikut dalam kaderisasi partai yang dituju, jauh sebelum pemilu dilakukan. Selain agar mendapatkan pemahaman mengenai kontestasi politik, ini juga upaya agar kandidat tersebut memiliki kedekatan dengan tokoh partai. Meski tidak harus memiliki semuanya, setidaknya kandidat memiliki satu dari ketiga modal yang dibutuhkan.

”Pada akhirnya approval dan rekomendasi dari elite partai berperan penting untuk menentukan apakah seorang kandidat bisa masuk daftar caleg yang diajukan partai. Kalau memang seorang kandidat ingin dilirik partai, dia harus gabung partai itu jauh sebelum pemilu, jangan tiba-tiba ingin mendaftar begitu saja tanpa mendapatkan pemahaman. Jika tidak memiliki jejaring, setidaknya punya modal sosial atau finansial,” ucapnya.

Sementara bagi bacaleg perempuan, tantangan yang dihadapi menjadi berlipat ganda. Tak cukup memiliki modal finansial dan jejaring di masyarakat, umumnya perempuan harus punya basis massa dan jejaring dengan elite partai agar dilirik menjadi bacaleg.

Mengenai basis sosial, kandidat perempuan biasanya akan mengandalkan basis suara perempuan saja agar dapat dicalonkan. Hal ini membuat kandidat perempuan memang harus bekerja ekstra untuk mendapatkan suara dari basis-basis lainnya. Perempuan, lanjut Kurniawati, juga sulit membangun jejaring dengan elite partai karena pimpinan partai masih didominasi laki-laki.

Kondisi itu pada akhirnya membuat mayoritas perempuan yang dicalonkan adalah mereka yang memiliki kekerabatan dengan dinasti politik tertentu. ”Para caleg perempuan biasanya memang memiliki basis sosial, tetapi perlu dorongan lagi. Selain itu, perempuan juga masih mendapat tantangan di keluarga soal bagaimana membagi perannya sebagai ibu. Kandidat perempuan banyak barrier yang harus dilewati agar dilirik di pencalonan,” tuturnya.

Jika merujuk pada tahapan dan jadwal yang disusun Komisi Pemilihan Umum (KPU), tahapan pendaftaran bacaleg akan dibuka pada April nanti. Artinya, masih cukup waktu bagi partai politik untuk merekrut bacaleg. Begitu pula masyarakat, masih punya kesempatan untuk mendaftar sebagai bacaleg ke sejumlah partai. Tertarik menjadi wakil rakyat?



(sumber: artikel www.kompas.id dipublish ulang oleh www.nyaleg.id #edited)


Berikan Komentar Via Facebook